
Jakarta – Dokter spesialis radiologi, dr. Widyo Ari Nugroho, Sp.Rad mengungkapkan bahwa suhu ideal pendingin ruangan (AC). Harus disesuaikan dengan kondisi luar ruangan agar tak menyebabkan stres yang antara lain bisa berujung kulit dan mata kering.
“AC sebaiknya tidak terlalu dingin. Kita harus sesuaikan dengan kondisi di luar juga agar tubuh tidak kaget ketika masuk ke dalam ruangan,” ujar dia di Jakarta, cvtogel Senin.
Misalnya, di luar suhu udara kurang lebih 37 Celsius (C) lalu ketika masuk ke ruangan tiba-tiba 18 maka badan langsung kaget.
Widyo mengatakan hal itu dalam acara bertema “Aktif di tempat Kerja: Kesehatan Dimulai dari Kursi Anda dan Risiko Kesehatan di balik Kenyamanan AC dari sisi Radiologi”.
Kegiatan ini diadakan Pusat Pelayanan Kesehatan Pegawai (PPKP) Pemprov DKI Jakarta, dia merekomendasikan agar suhu ideal AC diatur sekitar 25 derajat Celcius.
Usahakan suhu di dalam ruangan itu idealnya mungkin sekitar 25 C. “Lalu bisa memanfaatkan fitur-fitur AC terbaru, misalnya, yang mengatur kelembapan,” ujar dia.
Widyo mengatakan, hingga saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan waktu maksimal seseorang terpapar AC.
Adapun paparan AC diketahui menyebabkan sejumlah masalah kesehatan seperti kekeringan pada kulit dan tenggorokan, iritasi kulit, masalah pernapasan hingga kekakuan otot.
“Kalau terpapar AC secara terus-menerus apalagi kalau membelakangi AC, bisa menimbulkan kekakuan otot karena udara dingin tersebut akan mengenai leher dan tengkuk,” kata dia.
Dia menambahkan, pada kasus yang jarang terjadi dan diketahui bahwa terpapar AC juga dapat menimbulkan stres imun karena perubahan suhu yang drastis menyebabkan stres dalam tubuh sehingga mengganggu imunitas tubuh.
Ia mengucapkan selamat kepada Paus Leo XIV sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik.“Semoga Paus baru dapat membawa Gereja Katolik ke arah yang lebih baik dan memperkuat kerja sama dengan komunitas internasional,” katanya.ur Utama WIKA Agung Budi Waskito (BW) dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Sebagaimana diketahui, Bendungan Jenelata dirancang untuk memiliki kapasitas tampung mencapai 223,6 juta meter kubik. Salah satu fungsi utamanya adalah mengendalikan banjir tahunan dari Sungai Jenelata yang selama ini kerap meluap di wilayah Gowa dan Makassar.
Melalui bendungan ini debit banjir akan dapat ditekan dari 1.037 m³/detik menjadi 686 m³/detik, dengan daya kendali jangka panjang hingga 50 tahun.
Selain dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar, Agung menjelaskan proyek tersebut juga mengusung inovasi metode kerja yakni melalui teknologi Building Information Modeling (BIM) untuk memperkuat efisiensi desain dan koordinasi lintas-disiplin konstruksi.
Sejalan dengan visi Perseroan untuk terus meningkatkan implementasi prinsip Environmental, Social, Governance (ESG), konstruksi Bendungan Jenelata juga menggunakan panel surya dan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi dan mendukung proses bisnis berkelanjutan.
Tak hanya itu, kehadiran bendungan ini juga akan meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. Bendungan Jenelata akan menjadi salah satu sumber irigasi untuk lebih dari 25.000 hektar lahan pertanian di wilayah Bili-Bili, Bissua, dan Kampili.
Didukung dengan pola tanam Padi–Padi–Palawija, indeks pertanaman di wilayah tersebut diproyeksikan akan dapat meningkat hingga 300 persen.
Total air baku sebesar 6,05 m³/detik juga akan dialirkan untuk memenuhi kebutuhan air di Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Maros, dan Takalar, termasuk pasokan air untuk industri seperti pabrik gula di Takalar.
Dari sisi energi, Bendungan Jenelata memiliki potensi pembangkit listrik tenaga air mencapai 7 megawatt (MW). Kawasan sekitar bendungan juga dirancang untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata air dan kuliner yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat sektor pariwisata berbasis komunitas.
“WIKA tidak sekadar hadir sebagai kontraktor, tetapi juga sebagai pionir dalam penerapan ESG di sektor konstruksi. Melalui proyek Bendungan Jenelata, kami meyakini bahwa infrastruktur yang dibangun dengan kesadaran lingkungan, peningkatan ekonomi dan kemanfaatan sosial akan menjadi investasi jangka panjang bagi bangsa Indonesia,” ujar Agung.
Adapun ia menambahkan, pembangunan Bendungan Jenelata menjadi representasi dari kolaborasi pemerintah, investor, BUMN, mitra kerja, dan masyarakat lokal dalam mewujudkan infrastruktur berkelanjutan yang menyatu dengan kebutuhan wilayah serta menjawab tantangan zaman.
“Proyek ini diharapkan menjadi titik tolak menuju Sulawesi Selatan yang tangguh dan mandiri,” tambahnya.