Jakarta, 14 Oktober 2025 (cvtogel) — Baru sebulan menjabat sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa langsung menunjukkan sikap tegas dalam menjaga disiplin anggaran negara. Dalam waktu singkat, ia telah menolak dua proyek besar yang dia nilai tidak layak didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Proyek pertama yang ditolak adalah penyelamatan utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCIC / Whoosh), dan yang terbaru adalah pembangunan Family Office yang diusulkan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Tolak Talangi Utang Whoosh
Dalam pernyataannya, Purbaya menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menalangi utang proyek Whoosh menggunakan APBN. Menurutnya, pembiayaan proyek semacam itu seharusnya dilakukan melalui mekanisme bisnis oleh holding BUMN, bukan mengandalkan anggaran negara.
“Proyek seperti kereta cepat itu harus ditangani lewat holding BUMN yang mengelola dividen dan modal negara, bukan melalui APBN,” ujar Purbaya dikutip dari Bloomberg Technoz.
Sikap ini menegaskan arah kebijakan fiskal baru di bawah Purbaya: setiap proyek besar harus memiliki dasar bisnis yang kuat dan tidak menjadi beban bagi fiskal negara.
“Family Office” Usulan Luhut Juga Ditolak
Penolakan serupa juga diberikan terhadap gagasan Family Office yang diajukan oleh Luhut. Proyek tersebut direncanakan untuk menjadikan Bali sebagai pusat keuangan internasional dengan layanan pengelolaan kekayaan (wealth management) bagi kalangan super kaya dunia.
Namun, Purbaya dengan tegas menolak penggunaan dana APBN untuk proyek tersebut.
“Kalau DEN (Dewan Energi Nasional) bisa bangun sendiri, ya bangun saja sendiri. Saya anggarannya tidak akan alihkan ke sana,” kata Purbaya saat ditemui di Jakarta, Senin (14/10).
Ia juga menambahkan bahwa hingga kini Kementerian Keuangan belum menerima konsep detail proyek Family Office tersebut, sehingga belum dapat menilai kelayakan maupun urgensi pembiayaannya.
Fokus APBN untuk Program Rakyat
Purbaya menekankan bahwa kebijakan fiskalnya berfokus pada program yang berdampak langsung kepada masyarakat, seperti pengentasan kemiskinan, pembangunan infrastruktur dasar, dan peningkatan produktivitas ekonomi nasional.
“APBN harus tepat sasaran, tepat waktu, dan tidak bocor,” tegasnya.
Dengan demikian, proyek yang bersifat prestisius atau elitis, serta berpotensi menimbulkan beban fiskal jangka panjang, akan sulit memperoleh dukungan dari APBN di bawah kepemimpinannya.
Gagasan Family Office dan Tantangannya
Gagasan Family Office sendiri bukan hal baru. Luhut telah menggagasnya sejak beberapa tahun terakhir sebagai bagian dari rencana besar menjadikan Bali sebagai pusat keuangan global.
Proyek ini dirancang untuk menarik para ultra high net worth individuals (UHNWI) agar menempatkan asetnya di Indonesia.
Meski begitu, tanpa dukungan APBN, pengembangan proyek ini akan membutuhkan skema pembiayaan alternatif, seperti investasi swasta, dana lembaga keuangan global, atau dukungan dari BUMN yang memiliki kinerja kuat.
Langkah Awal yang Tegas
Penolakan terhadap dua proyek besar ini menunjukkan bahwa Purbaya ingin menegakkan disiplin fiskal dan efisiensi anggaran sejak awal masa jabatannya.
Keputusan ini juga menjadi sinyal bagi kementerian atau lembaga lain bahwa penggunaan APBN harus benar-benar mempertimbangkan manfaat publik yang luas dan keberlanjutan fiskal.
Langkah tegas Purbaya ini menuai dukungan dari sejumlah ekonom yang menilai bahwa arah kebijakan fiskal Indonesia perlu lebih selektif di tengah ketatnya ruang fiskal dan tingginya kebutuhan pembiayaan sosial.
“Keputusan ini menunjukkan keberanian dan prioritas yang jelas. APBN harus kembali ke fungsi utamanya: membiayai rakyat, bukan proyek elit,” ujar seorang pengamat fiskal dari Universitas Indonesia.
